Rabu, 23 April 2014

Makanan dan Minuman Khas Tegal

 Warung Tegal

 

Warung Tegal adalah salah satu jenis usaha gastronomi yang menyediakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Biasa juga disingkat Warteg, nama ini seolah sudah menjadi istilah generik untuk warung makan kelas menengah ke bawah di pinggir jalan, baik yang berada di kota Tegal maupun di tempat lain, baik yang dikelola oleh orang asal Tegal maupun dari daerah lain. Warung tegal pada awalnya banyak dikelola oleh masyarakat dari dua desa di Kabupaten Tegal dan satu desa di Kota Tegal yaitu warga desa Sidapurna, Sidakaton Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal & Krandon. Mereka mengelola warung tegal secara bergiliran (antar keluarga dalam satu ikatan famili) setiap 3 s/d 4 bulan. Yang tidak mendapat giliran mengelola warung biasanya bertani di kampung halamannya. Pengelola warung tegal di Jakarta yang asli orang Tegal biasanya tergabung dalam Koperasi Warung Tegal, yang populer dengan singkatan Kowarteg. Kowarteg hingga saat ini masih diketuai oleh Sastoro.
Hidangan-hidangan di warteg pada umumnya bersifat sederhana dan tidak memerlukan peralatan dapur yang sangat lengkap. Nasi goreng dan mi instan hampir selalu dapat ditemui, demikian pula makanan ringan seperti pisang goreng, minuman seperti kopi, teh dan minuman ringan. Beberapa warung tegal khusus menghidangkan beberapa jenis makanan, seperti sate tegal, gulai dan minuman khas Tegal teh poci.
Meski banyak yang sukses dan bisa memperbaiki taraf hidupnya dengan membuka Warteg di Jakarta tapi tidak sedikit pengusaha Warteg yang gagal dan akhirnya bangkrut dan terpaksa pulang ke kampung halaman. Bahkan karena biasanya modal para pengusaha Warteg adalah pinjaman dari bank dengan jaminan rumah, tanah, atau sawah milik mereka maka bila Warteg milik mereka bangkrut banyak dari mereka yang akhirnya rumahnya disita. Warteg jumlahnya ada lebih dari 34.000 warung di Jabodetabek. Di Tegal banyak terdapat rumah megah seperti istana milik pengusaha warteg.

  Olos

Olos adalah makanan tradisional dari kabupaten Tegal, tepatnya di Desa Jatirawa Kecamatan Tarub. Pembuat olos yang pertama kali yaitu ibu Khotiah yang beralamat di Desa Jatirawa RT 01 RW 01 No. 26, Kecamatan Tarub, Kabupaten Tegal.. Beliau adalah seorang ibu rumah tangga di desa Jatirawa yang sudah tidak mempunyai suami lagi. Olos ini ia gunakan sebagai mata pencahariannya untuk menghidupi anak-anaknya. Makanan olos dibuat pertama kali pada tahun 1995 dan masih ada sampai sekarang. Di rumah yang cukup sederhana milik ibu Khotiah lah olos tercipta.

Jajanan ini sebenarnya adalah revolusi dari “risol”. Awalnya pembuat olos ini hendak membuat risol, namun karena risol yang berbentuk persegi panjang ini terlalu rumit dibuat, yakni memerlukan penggiling dari kayu untuk memipihkan adonan, pembuat memutuskan dibuat bulat saja. Karena dengan bentuk ini dianggap lebih mudah dan praktis untuk dibuat. 

Nama olos sendiri tercipta sejak 15 tahun yang lalu dari seorang anak kecil yang tidak bisa mengucapkan risol dengan ucapan yang benar ketika ia mencoba jajanan ini. Risol pun berubah menjadi Olos. Karena dianggap menarik oleh ibu Khotiah nama itu pun dipakai sampai sekarang.

 

Soto Sedap Malam Pak Kiman Jenggot

Musim mudik lebaran tinggal menghitung hari. Bagi Anda yang berencana untuk mudik melalui jalur pantura, jangan lewatkan kesempatan ini berlalu begitu saja. Gunakan kesempatan ini untuk sekalian menikmati wisata kuliner di sepanjang jalur pantura ini. Ada begitu banyak kuliner yang bisa kita nikmati di kota-kota yang termasuk ke dalam jalur pantura ini. Selain rasanya yang unik, stamina dalam menempuh perjalanan yang panjang pun juga akan terjaga.

Melintasi kota Tegal, jangan lewatkan untuk menikmati soto khas Tegal yang banyak digemari hingga warga kota-kota sekitarnya. Pada saat melintasi Jalan Raya Talang, Kabupaten Tegal atau ±300 meter dari perbatasan Kota Tegal menuju Slawi, kita akan bertemu dengan sederetan warung dengan nama Soto Sedap Malam. Pasalnya, warung makan yang mengusung brand ini menyediakan menu soto khas Tegal yang membuat para pelanggannya ketagihan untuk menikmati lagi.

Dari sekian banyak Warung Sedap Malam, ternyata yang asli hanya ada dua warung saja. Yang satu memakai nama Warung Sedap Malam Daan Jenggot dan Warung Sedap Malam Kiman, dimana keduanya di sisi jalan yang sama dan hampir sebelah-menyebelah. Sedangkan pemilik warung-warung lainnya merupakan para mantan staf dapur Daan Jenggot yang kemudian membuka warungnya sendiri.

Berdasarkan informasi yang kami terima, pada awalnya usaha ini dirintis oleh Pak Daan Jenggot dengan berjualan soto di Comal (kota kecil antara Tegal-Pekalongan). Kemudian usahanya ini mulai mencapai kesuksesan setelah Beliau berpindah ke Alun-Alun Tegal hingga akhirnya mendirikan sebuah warung di Jl. Talang, pinggiran Kota Tegal hingga sekarang ini. Biasanya warung Pak Kiman Jenggot ini yang paling ramai disinggahi para pelanggan.

Soto atau sauto ini tersedia dalam beberapa macam, ada soto ayam, daging, babat atau campur. Kalau Anda penasaran, ada baiknya memesan yang campur saja agar bisa merasakan kelezatan semuanya. Nasi dicampur dalam mangkuk soto dengan kuah kecokelatan yang diselimuti oleh potongan daging ayam, sapi, babat maupun jerohan. Sedangkan mangkuk yang digunakan adalah mangkuk kecil seperti yang digunakan pada soto khas Kudus. Terkadang porsinya ini juga membuat kita sedikit kebingungan, antara pesan satu atau dua. Tapi tak jarang para pelanggannya memesan satu setengah mangkuk, tapi jangan kaget kalau porsi setengah yang diminta pada aktualnya tidak jauh berbeda dengan porsi penuh.

Disamping itu, disediakan juga semangkuk rajangan daun bawang dan semangkuk kriukan. Seperti kulit ayam dan bagian-bagian lain yang digoreng hingga garing. Untuk menikmati kesempurnaan rasanya, taburkan kriukan di atas soto sebelum menyantapnya. Rasanya benar-benar nikmat, apalagi kalau ditambah dengan sambal dan sedikit kecap yang membuat rasanya semakin komplit. Dan yang lebih nikmat lagi, kita cukup mengeluarkan kocek antara 8ribu sampai 10ribu rupiah saja untuk menikmati kelezatan soto sedap malam yang benar-benar sedap ini. Pantas saja kalau dalam sehari ±1.000 porsi bisa terjual habis. Apalagi kalau musim mudik lebaran tiba, mereka bisa menghabiskan hingga 3kali lipatnya

Kerupuk Antor

 

 coba sensasi Kerupuk yang dibuat menggunaan pasir dalam pengolahannya? Coba saja Kerupuk Antor.
Rasa kerupuk antor itu kebanyakn adalah rasa bawang. Menurut penduduk sekitar, kerupuk antor yang nikmat itu kerupuk antor “badeg”. Maksudnya adalah kerupuk antor yang warnanya pekat karena bumbunya.
Kerupuk ini banyak ditemukan di pasar-pasar tradisional seperti Pasar Banjaran, Pasar Trayeman, dan lain-lain.
Kerupuk antor, bisa disebut juga kerupuk pasir atau kerupuk badeg. Biasanya berbentuk seperti kerupuk kecil lainnya, namun dilumuri bumbu yang berwarna coklat agak kehitaman. Rasa dari kerupuk antor adalah rasa bawang. Ada 2 jenis kerupuk antor dari warnanya, yaitu kerupuk antor warna-warni dan yang biasa. Untuk kerupuk antor yang biasa, bumbunya akan terihat sangat pekat dan banyak.
Teknik memasak kerupuk antor memang tergolong unik, yaitu menggunakan pasir sebagai medianya. Namun tentu saja pasirnya sudah benar-benar bersih. Sehingga apabila ketika kita memakannya akan berasa seperti pasir.
Industri kerupuk antor ini banyak ditemukan di daearh Ujungrusi, Harjosari Lor, Harjosari Kidul, Penarukan, dan Pagedangan. Semuanya berada di daerah Kabupaten Tegal.
Kerupuk ini banyak ditemukan di pasar-pasar tradisional seperti Pasar Banjaran, Pasar Trayeman, dan lain-lain. Dan banyak dicari untuk oleh-oleh.



Kacang Bogares

 
Kacang bogares juga tak kalah pamor diantara sederet oleh-oleh khas Tegal. Kacang Bogares bisa ditemukan di daerah Bogares, Kecamatan Pangkah. Rata-rata penduduk sekitar memang kebanyakan membuat dan menjual kacang tersebut.
Kacang Bogares adalah menu cemilan khas dari Desa Bogares, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal. Desa ini yang dikenal sebagai penghasil kacang tanah. Tidak seperti hasil bumi yang sama dari daerah lain, kacang dari Desa Bogares memiliki rasa dan aroma yang berbeda. Rasanya gurih, manis, baunya pun harum dan warnanya putih bercampur merah.
Suami-istri Warsono (57)-Sudarni adalah salah seorang produsen kacang asin Bogares. Lelaki yang memanfaatkan rumahnya sebagai tempat usaha itu setiap bulan membutuhkan tiga ton kacang tanah.
”Bahan baku kacang itu saya beli Rp 5.000/kg, sedangkan kayu bakar yang dibutuhkan untuk menggoreng saya beli 25 kubik untuk setahun dengan harga Rp 40.000,” kata Warsono kepada Suara Merdeka, belum lama ini.
Di sela-sela melihat bahan baku kacang yang baru dibelinya, dia menjelaskan, proses penggorengan menggunakan pasir, bukan minyak goreng. Wajan penggoreng yang digunakan berdiameter 1,5 meter, untuk memproduksi 2 kuintal per hari.
Pasangan itu tidak perlu keluar rumah untuk memasarkan hasil produksinya. Para pedagang dari berbagai kota besarlah yang datang ke rumahnya untuk kulakan.
Makanan cemilan khas buatan keluarga yang tempat tinggalnya bersebelahan dengan Balai Desa Bogares itu, bisa dijumpai di Jakarta, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, dan kota besar lainnya di luar Jawa.
Generasi Ketiga
Produksi makanan berbahan baku kacang ini ternyata dilakukan secara turun-temurun. Warsono merupakan generasi ketiga penerus usaha itu.
”Usaha ini warisan ayah saya, Wiryadi. Sebelumnya dikelola kakak dan saya sebagai penerus dapat menampung 32 tenaga kerja,” tuturnya. Dua orang di bagian penggorengan digaji Rp 20.000/orang/hari. Adapun 20 orang lagi bertugas mengupas kulit ari kacang digaji Rp 300/satu kaleng isi 10 kg.
Sisanya bertanggung jawab untuk menyortir kacang dengan gaji Rp 8.000/hari/orang. Sortiran kacang yang bulatannya kecil serta sudah pecah-pecah disendirikan karena tidak digunakan untuk bahan kacang asin.
”Kacang yang butirannya kecil dijual ke tukang sate untuk bahan pembuat sambal. Pokoknya tidak ada yang tidak laku dijual,” ujarnya.
Cara pembuatan kacang asin diawali dengan merendam bahan baku di air tawar minimal tiga jam. Selanjutnya kacang direndam di air garam (dibacem) dan di jemur hingga kering.
Setelah melalui proses tersebut, kacang siap digoreng. Dan sebelum dimasukkan ke dalam kantong plastik berisi satu kilogram, kacang harus diayaki (disaring) terlebih dulu untuk memisahkannya dari pasir penggoreng.
Cara menggoreng dengan bahan bakar kayu, dilakukan mulai pukul 08.00-16.00. Selama penggorengan, kacang harus dikorek-korek. Ini dilakukan agar pemanasannya bisa merata sehingga hasilnya memuaskan.
Sejumlah 2 kuintal hasil produksi sehari itu dikemas dalam kantong plastik berisi satu kilogram. Produk itu dipasarkan dengan harga Rp 14.000/kg. Rata-rata sebanyak 200 kantong plastik itu laku terjual dalam waktu sepuluh hari.

Kacang Bogares hampir sama dengan kacang pada umumnya. Namun dengan tambahan bumbu dan teknik yang khas, membuat kacang ini mempunyai cita rasa yang khas.
Kacang ini juga bisa ditemukan di warung-warung atau pasar tradisional terdekat.


Pilus Khas Tegal

 
Makanan yang dibuat dengan menggunakan tepung terigu, tepung kanji, daun kocai, dan bumbu tambahan lainnya, membuat jajanan yang satu ini sangat nikmat. Terlebih lagi dicampur dengan kuah bakso yang hangat. hmm, yummy…
Yang membedakan pilus Tegal dengan yang lainnya adalah dari warna dan rasanya. Warnanya putih agak kecoklatan.
Pilus khas Tegal ini bisa ditemukan di pasar tradisional atau warung-warung terdekat.


 
  
1. Slawi

Merek SOSRO yang sudah dikenal di masyarakat, sebenarnya merupakan singkatan dari nama keluarga yaitu Sosrodjojo yang mulai merintis usaha Teh Wangi Melati pada tahun 1940 di sebuah kota kecil di Jawa Tengah bernama Slawi. Teh Wangi Melati yang diperkenalkan pertama kali itu bermerek Cap Botol


2. Ekspansi Bisnis

Pada tahun 1965, Teh Wangi Melati merek Cap Botol yang sudah terkenal didaerah Jawa mulai diperkenalkan di Jakarta.

Pada waktu itu, teknik mempromosikan Teh Wangi Melati merek Cap Botol di Jakarta dinamakan strategi Promosi Cicip Rasa dimana secara rutin beberapa staf yang dikoordinir oleh Bapak Soetjipto Sosrodjojo mendatangi tempat-tempat keramaian dengan menggunakan mobil dan alat-alat propaganda seperti memutar lagu-lagu untuk menarik perhatian dan mengumpulkan penonton.

Setelah berhasil mengumpulkan penonton cukup banyak, penonton yang ada tersebut dibagikan secara cuma-cuma contoh Teh Wangi Melati merek Cap Botol ( Sekarang disebut teknik Sampling).

Setelah itu, staf yang ada juga mendemokan cara menyeduh Teh Wangi Melati merek Cap Botol untuk kemudian dibagikan agar dapat dicicipi langsung oleh penonton sehingga mereka yakin bahwa ramuan Teh Wangi Melati merek Cap Botol adalah Teh yang memiliki mutu dan kualitas yang baik.

Teknik merebus Teh langsung di tempat keramaian itu ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga menimbulkan kendala. Penonton yang sudah berkumpul menjadi tidak sabar dan banyak yang meninggalkan arena demo sebelum sempat mencicipi seduhan teh tersebut.

Untuk menanggulangi kendala tersebut maka sebelum dibawa ke tempat keramaian Teh Wangi Melati merek Cap Botol diseduh terlebih dahulu di kantor dan dimasukkan ke dalam panci untuk kemudian dibawa dengan kendaraan menuju tempat-tempat keramaian untuk dipromosikan.

Namun ternyata teknik yang kedua ini juga masih mengalami kendala, yaitu air teh yang dibawa dalam panci banyak yang tertumpah sewaktu dalam perjalanan karena kondisi kendaraan dan jalan-jalan di Jakarta pada saat itu belum sebaik sekarang.

Akhirnya ditempuh cara lain, yaitu air teh yang telah diseduh dikantor kemudian ditaruh didalam botol-botol bekas limun/kecap yang telah dibersihkan terlebih dahulu untuk selanjutnya dibawa ketempat tempat kegiatan promosi Cicip Rasa berlangsung. Ternyata cara yang ketiga ini berjalan baik dan terus di pakai selama bertahun tahun.


3. Teh Botol SOSRO

Setelah bertahun-tahun dilakukan teknik promosi Cicip Rasa, akhirnya pada tahun 1969 muncul gagasan menjual air teh siap minum dalam kemasan botol dengan merek Teh Botol Sosro. Merek tersebut dipakai untuk mendompleng merek Teh seduh Cap Botol yang sudah lebih dulu populer dan mengambil bagian dari nama belakang keluarga Sosrodjojo.

Untuk kemunculan desain botol pertama, adalah pada tahun 1970 dan desain botol tidak berubah, lebih dari 2 tahun.

Untuk desain botol kedua yaitu pada tahun 1972 juga bertahan sampai dengan 2 tahun.

Dan pada tahun 1974, dengan didirikan PT. Sinar Sosro di kawasan Ujung Menteng (waktu itu masuk wilayah Bekasi, tetapi sekarang masuk wilayah Jakarta), maka desain botol Teh Botol Sosro berubah dan bertahan sampai sekarang. Pabrik tersebut, merupakan pabrik teh siap minum dalam kemasan botol pertama di Indonesia dan pertama di Dunia


 Teh Poci


Kompas/P Raditya Mahendra Yasa
Tradisi meminum teh dengan poci tanah liat atau moci dengan gula batu menjadi bagian hidup dari masyarakat Kabupaten Tegal seperti sejumlah seniman yang menikmati malam di Jalan Ahmad Yani, Kota Tegal, Jawa Tengah, Kamis (4/8) malam.
   Nama Tegal bukan hanya identik dengan warung tegal. Daerah yang pada zaman penjajahan Belanda merupakan sentra industri logam dan perkapalan dan kemudian dijuluki ”Jepang-nya Indonesia” ini tidak bisa dilepaskan dari teh poci. Minuman yang wangi, panas, sepet, legi (manis), dan kenthel itu adalah simbol kekerabatan yang kuat bagi warga Tegal.
   Moci, atau tradisi minum teh poci, tak bisa tidak adalah simbiosis mutualisme antara sejumlah pabrik teh dan pabrik gula di Tegal yang tumbuh sejak zaman Belanda, perajin gerabah poci yang tumbuh di pedesaan, dan masyarakat pencinta teh poci: seniman, buruh, dan guru seni.
  Moci sebenarnya hilir. Hulunya adalah pabrik-pabrik, industri tadi. Di hilir, moci lalu bukan sekadar minum teh, melainkan sebuah panggung sosial yang kuat di pesisir pantai utara Jawa ini.
   Dari sekadar teman minum, kultur minum teh poci mewarnai kehidupan masyarakat wilayah Tegal yang meliputi Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Brebes, termasuk Kabupaten Pemalang. Bahkan, tradisi moci menembus sekat-sekat antargolongan masyarakat dan menghidupkan mesin perekonomian masyarakat.
   Bukan cuma itu, tradisi minum teh menjelma dalam beberapa peran, mulai dari menjaga silaturahim hingga menjadi alat kontrol sosial di tengah masyarakat. Bahkan, komunikasi politik pun bisa berakhir di sebuah lesehan teh poci.
   Warung teh poci pun menjadi ruang bebas berekspresi dan berpendapat komunitas masyarakat di Tegal. ”Waktu Wali Kota HM Zakir lengser saat reformasi, semuanya juga berawal dari obrolan teh poci,” ungkap Ketua Dewan Kesenian Kota Tegal Nurngudiono (52), Kamis (4/8) malam, saat menikmati teh poci bersama sejumlah seniman Tegal.
   Di sebuah lesehan teh poci yang menjadi tempat nongkrong para seniman yang dikenal dengan daerah Dama, sejumlah seniman kondang Indonesia pernah nongkrong di sana.
   Bicara soal makna teh poci, menurut budayawan Tegal, Atmo Tan Sidik, dalam sistem pertemanan, kedekatan seseorang bisa dinilai dari poci. Tamu yang oleh tuan rumah langsung disuguhi teh dalam poci memperlihatkan bahwa tamu tersebut sudah dianggap nyedulur (bersaudara) dan menjadi kerabat dekat, atau oleh masyarakat Tegal biasa disebut jakwir cetem.
   Begitu dekatnya teh poci dengan warga Tegal sehingga teh poci menjadi ikon Tegal. Promosi sejumlah merek teh pun bertebaran di seantero wilayah Tegal, baik kabupaten maupun kota. Hampir semua spanduk/papan nama warung makan dan toko, ada tulisan teh poci dari sejumlah merek. Gambar gerbang kota ini pun teko dan cangkir teh. Di hotel-hotel Tegal selalu tersedia cangkir dan teko teh poci.
   Tradisi moci mulai berakar seiring lahirnya pabrik-pabrik teh di wilayah Tegal sejak tahun 1950-an. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal, saat ini terdapat enam perusahaan teh dengan 2.823 tenaga kerja.
   Keenam perusahaan teh tersebut adalah PT Gopek Cipta Utama, PT Gunung Slamat, PT Tunggul Naga, PT Dua Burung, PT Podo Joyo, dan PT Asli. Merek yang dihasilkan pabrik-pabrik teh itu dan kini dikenal luas di masyarakat antara lain Teh 2 Tang, Teh Poci, Teh Tong Tji, dan Teh Gopek. Khusus untuk minuman teh poci dibungkus kecil-kecil seberat 9-10 gram, yang dibagi dalam beberapa kategori, yakni teh wangi, super, dan teh melati.
   Aroma wangi yang berasal dari campuran melati tersebut tidak lepas dari keberadaan kebun melati di pesisir Kabupaten Tegal, Pekalongan, dan Batang.
Kompas/P Raditya Mahendra Yasa
Warna-warni lampu bermotif poci menghiasi kawasan Laka-laka Tegal di Kota Tegal, Jawa Tengah yang di sekitarnya terdapat puluhan pedagang lesehan penjual teh poci, Kamis (4/8) malam. Poci telah menjadi sebuah ikon daerah tersebut yang di sekitarnya berkembang industri teh dan pabrik gula.
   Hidupnya tradisi moci juga ditopang keberadaan empat pabrik gula (PG), yakni PG Pangkah (Kabupaten Tegal), PG Jatibarang, PG Banjaratma, dan PG Kersana—tiga pabrik yang terakhir di Brebes yang berdiri sejak zaman Belanda. Dua dari empat PG tersebut masih eksis, yakni PG Jatibarang dan PG Pangkah, yang memproduksi gula batu yang menjadi pemanis minuman teh poci. Perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX di Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, juga hadir sejak tahun 1889.
   Hiruk-pikuk pertumbuhan pabrik gula tersebut adalah potret kerakusan maskapai dagang VOC dan penjajah Belanda. Gula, beras, lada, kopi, kapas, nila, kunyit, dan kayu gelondongan adalah komoditas yang dirampas dan digunakan untuk membangun Negeri Kincir Angin itu pada masa silam (lihat Eksotisme Jawa, Ragam Kehidupan dan Kebudayaan Masyarakat Jawa 1768-1806, John Joseph Stockdale, Progresif Books, Yogyakarta, 2010, halaman 159-171).
   Jadi, kebiasaan minum teh dengan poci, menurut Nurngudiono, juga seiring berkembangnya sentra industri logam dan perkapalan serta perkebunan tebu dan teh di wilayah Tegal.
   Menurut Nurngudiono, tradisi moci konon dimulai dari para buruh kebun teh yang mengolah daun teh menjadi minuman teh dalam poci menggunakan gula batu. Minuman para buruh itu dikenal dengan nama ”teh intjip” dan biasanya hanya tiga lembar daun yang diseduh di air panas.
   Poci yang menjadi wadah tempat minuman teh poci tersebut diproduksi masyarakat di daerah Grabahan, Talang, Tegal. Warna pocinya pun agak kehitaman.
   Berkumpul bersama melepaskan penat seraya minum teh poci yang dilakukan buruh perkebunan, buruh pabrik, perajin logam, hingga nelayan terus berkembang dalam kehidupan masyarakat. ”Bahkan, almarhum Piet Ardijanto yang terkenal dengan puisi-puisinya dan cerpenis SN Ratmana berasal dari Tegal. Mereka itu pencinta moci,” kata Josua Igho, seniman musik di Tegal. Dua dalang hebat, Ki Slamet Gundhono dan Ki Enthus Susmono, adalah asli Tegal dan bagian dari komunitas negeri poci itu.
   Sedemikian lekatnya nama dan tradisi moci dalam kehidupan masyarakat Tegal, dalam tatanan kehidupan kemasyarakatan pun kemudian muncul istilah mantu poci dan sunat poci. Mantu (menikahkan) poci digelar seperti hajatan pernikahan umumnya, yakni harus ada mempelai pria dan perempuan yang disimbolkan dengan poci. Poci besar biasanya simbol mempelai pria dan poci kecil mempelai perempuan. Mantu poci dan sunat poci dilakukan orangtua yang tidak memiliki anak, tetapi ingin menyelenggarakan hajatan seperti mantu dan sunatan.
   Pengakuan teh poci sebagai identitas Tegal diberikan kalangan seniman Indonesia berupa antologi puisi Dari Negeri Poci 1-4. Penyair Handrawan Nadesul menyebut kumpulan puisi tersebut lahir dari spontanitas penyair Indonesia yang bernostalgia di Tegal. Sementara sastrawan F Rahardi membela buku itu sebagai pemberontakan penyair pinggiran terhadap pusat sastra....



Martabak Khas Tegal

  Martabak adalah sejenis makanan khas dari negeri India sejak dahulu hingga sekarang. Di Indonesia ada dua jenis martabak.
Pertama adalah martabak telor, yang kedua adalah martabak terang bulan atau biasa disebut martabak manis.Di India martabak, susunannya adalah sebagia berikut :
Adonan tepung terigu yang dibentuk sebesar telur bayam, dibanting, dilebarkan diatas kaca, marmer atau seng, setelah membentuk ukuran berdiameter kurang lebih 40 cm, kemudian diisi telur/kentang dan digoreng. Setelah itu dihidangkan dengan kare kambing/gulai. Itulah aslinya martabak telur atau di India disebut moortaba.

Di negeri India, makanan lain sejenis martabak telur adalah : Nan, Roti Cane, Chappaty, Purata, Poory, Samosa. Makanan-makanan teresbut masuk pada kategori makanan sedang/ringan. Dan bisa juga menjadi menu makanan utama disana.

Kemudian bagaimana dengan martabak terang bulan/martabak manis ? jenis ini baik bentuk, isi dan rasanya sama sekali tidak ditemukan di negeri India. Makanan yang rasanya manis ini, adalah sejenis roti/kue manis – cake atau pasta. Yang di hidangkan sebagai sarapan pagi /santai bersama minum kopi atau teh maupun teh susu atau “Chaa” yang biasa juga disebut di Malaysia namanya Teh Tarik.

ASAL USUL MARTABAK DARI LEBAKSIU
Pada sekitar awal tahun 1930-an, beberapa pemuda asal daerah lebaksiu kabupaten Tegal mengadu nasib dengan berjualan makanan atau mainan anak-anak pada setiap ada perayaan di kota-kota, seperti kota Semarang. Di kota inilah salah seorang pemuda yang bernama Ahmad bin Kyai Abdul Karim berkenalan dengan seorang pemuda berasal dari negeri India bernama Abdullah bin Hasan Almalibary.

Dari hasil persahabatan mereka, maka Abdullah diajaklah berkunjung ke kampung halaman Ahmad di desa Lebaksiu kidul kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Abdullah berkenalan dengan adik perempuan Ahmad yang bernama Masni binti Kyai Abdul Karim.

Kemudian Abdullah mempersunting Masni adik perempuan Ahmad pada tahun 1935. Abdullah atau biasa disebut Tuan Duloh adalah seorang saudagar/pengusaha pada zaman itu. Salah satu keahlian Abdullah adalah membuat makanan yang terbuat dari adonan terigu yang bernama Martabak.

Didalam kisah perjalanan Abdullah ini, dari beberapa narasumber baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup diantaranya : Abdul Wahid bin Kyai Abdul Karim 85 tahun, Mawardi bin Kyai Abdul Karim 80 tahun, H. Abdul Kadir Bayasut 80 tahun (keturunan Arab), H. Katikaren Abdul Kadir 80 tahun (keturunan India), dan beberapa tokoh-tokoh lainnya membenarkan kisah tersebut diatas.

Adalah suatu kenyataan bahwa martabak yang dibuat oleh Abdullah, sangat berbeda dengan martabak yang aslinya dari India.

Susunan Bahan Dasar Martabak Telor.

Adonan tepung terigu yang dibentuk bulat sebesar telur ayam, kemudian dibanting, dilebarkan diatas kaca, marmer atau seng. Setelah membentuk lingkaran berdiameter kurang lebih 40 cm, kemudian diisi dengan campuran telur, sayuran, irisan-irisan kecil daging yang telah dimasak dengan bumbu-bumbu. Kemudian digoreng, dan kemudian bisa langsung dihidangkan tanpa kare kambing/gulai.


Dialah salah satu diantar pemuda-pemuda India yang berhasil membuat perubahan atau modifikasi Martabak dari aslinya. Menurut narasumber hal ini disesuaikan dengan cita rasa maupun kebiasaan masyarakat di Indonesia khususnya di Tanah Jawa yang pada umumnya gemar makan sayur-sayuran dan tidak terlalu suka mengkonsumsi daging berlebihan. Itulah yang menjadi alasan utama mengapa modifikasi martabak itu terjadi.

Sampai sekarang ini, jenis Martabak telor yang beredar hampir diseluruh pelosok Indonesia, adalah merupakan hasil modifikasi dari yang aslinya.


Martabak terang bulan/martabak manis. Konon menurut kisah disebut terang bulan, karena bentuknya bulat seperti bulan purnama. Martabak manis ini dibuat dengan bahan-bahan dasar adonan tepug terigu, gula, telor, dan lain-lain. Dan dicetak dengan cetakan piring seng dengan ukuran kurang lebih 20 cm dan dipasang tangkai pipa besi. Dipanggang dan digoyangkan diatas bara api, arang kayu, maupun kompor minyak. Sering martabak terang bulan ini disebut juga martabak “goyang”. Isi atau bumbu-bumbunya adalah olesan mentega/margarine, susu, selai pepaya, selai nanas, meises, kacang dan lain-lain.


Pada sekitar tahun 1950-an, terjadilah modifikasi baik bentuk maupun ukuran dan rasa martabak manis. Cetakannya terbuat dari besi cor / cor perunggu,cor kuningan dengan ukuran 18/20 cm, 20/22 cm, 22/24 cm, 24/26 cm, 26/28 cm, 28/30 cm. Dengan isi atau bumbu-bumbunya adalah susu, kacang, keju, meises, wijen, kismis, durian, dan lain sebagainya.


Keahlian Abdullah diajarkan kepada kerabat dekat istrinya maupun tetangga-tetangganya. Tercatatlah nama-nama sebagai berikut :

  1. Ahmad bin Kyai Abdul Karim (Alm)
  2. Abdul Manaf bin Kyai Abdul Karim (Alm)
  3. Abdul Wahid bin Kyai Abdul Karim
  4. Mawardi bin Kyai Abdul Karim
  5. Rifai bin Kyai Abdul Karim (Alm)
  6. Djari (Haji Umar) bin Haji Mas’ud (Alm)
  7. Maktub bin Haji Mas’ud (Alm)
  8. Dja’i bin Haji Sueb (Alm)
  9. Ali bin Haji Sueb (Alm)
  10. Rumli bi Sanadi (Alm)
  11. Tamyid
  12. Tuwuh

Dan masih banyak lagi nama-nama yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Ini adalah merupakan generasi kedua setelah Abdullah.

Abdullah bersama mereka-merekalah yang memperkenalkan martabak pada setiap ada keramaian di pasar-pasar malam di kota-kota besar khususnya di pulau jawa. Keramaian-keramaian seperti Sekatenan di Jogjakarta, Dugderan di Semarang, Mauludan di Cirebon-Trusmi, dan pasar malam di pabrik-pabrik tebu pada perayaan permulaan giling (metik).

Bisnis-bisnis Abdullah yang ditekuninya sekitar tahun 1935 – 1955 antara lain : “Rumah Makan India Moslem” di Slawi, “Meubeler” di Lebaksiu dan pengelola dibeberapa pasar malam.


Tersebutlah nama-nama rekan-rekan Abdullah senegara dari India pada kurun waktu antara 1930 – 1960 adalah :
  1. Tuan Hasan di Semarang
  2. Tuan Muhammad di Yogya
  3. Tuan Haji Sayeed Ali di Jakarta
  4. Tuan Salam di Jakarta
  5. dan masih banyak nama-nama lain.


Ketika rekan-rekan Abdullah memilih tinggal di kota-kota besar, tidak demikian halnya dengan Abdullah yang memilih tinggal di salah satu kampung bernama Lebaksiu Kidul Kab. Tegal yang berjarak sekitar 21 km arah selatan kota Tegal bersama isteri dan anak-anaknya.


Perkembangan Martabak di Indonesia pada kurun waktu sekitar 1950 – 1990, tercatatlah nama-nama tokoh sebagai berikut :

Tegal : Dja’i bin Haji Sueb, Haji Urip, Haji Abdur Rohim, Sumyad, Muhidin, Gendon, Masan, Dahlan, dan rekan-rekan.

Jakarta : Rumli bin Sanadi, Mahsud, Mali, Tabud, Matlab, Haji Hambali, Muanas, Haji Tobroni, Luri, Muri, Tarmudi, Usup, Hudi, H. Muripin, H. Tabri, H. Nur Abdullah Hasan, Umar Hanafi, H. Toni Dartam, Dakyani, dan rekan-rekan.

Bogor : Rifai, Mawardi, Abdul Wahid, Abdul Gofur, Maskam, Haji Umar Sahir, dan rekan-rekan.

Bandung : Dasir, Mukdi, Salim, Haji Mahun, dan rekan-rekan

Cianjur : Haji Surur, Makbul Tamyid, dan rekan-rekan.

Yogya : Keluarga Besar Tuan Muhammad, Haji Muhammad Abdullah, Suud, Haji Bahroni, dan rekan-rekan.

Makassar : Haji Imam Abdul Manaf, Mashur Dja’i, Muhidin, Tori Dannya, Haji Muanas Maad, H. Wartono, H. Jurani, dan rekan-rekan.

Manado : Haji Susalit, Matlub, Haji Bedi, Warno, Haji Suyatno, Narto, dan rekan-rekan.

Pontianak : Haji Abdul Kadir Ali, Bambang Wage, Tori, dan rekan-rekan.

Singkawang : Haji Jeni Saleh, dan rekan-rekan.

Banjarmasin : Haji Muta’alim, Paluruni Tori, H. Bedi, Sunarto, dan rekan-rekan.

Semarang : Keluarga Besar Tuan Hasan, dan rekan-rekan.

Palembang : Keluarga Besar Tuan Haji Abdul Rozak (HAR) dan rekan-rekan

Bekasi : Makmur Darnya, Otong, Anwar, H. Saehudin, Saepudin, dan rekan-rekan

Kuningan : H. Midi, dan rekan-rekan

Tangerang : H. Tris, Heriyanto Dja’i, Muhammad Abdul Bayasut, Wahyu Patehi dan rekan-rekan

Sampit : Rozak Bayasut, Abdullah Bayasut, Yazid Bayasut, dan rekan-rekan.

Bontang : Haji Muhammad, Untung, H. Sunarto, Saepu Torik, dan rekan-rekan.

Jayapura : Haji Juremi, Haji Waud Umar, Haji Tono Umar, dan rekan-rekan.

Mataram : Haji Sahuri, Agus, dan rekan-rekan.

Denpasar : Haji Mashur Dakup, H. Toni, Luruh, Patehi, dan rekan-rekan.

Kupang : Ruslan Sanusi, dan rekan-rekan

Tasikmalaya : Djubaidi Ali, Balhi, Maksudi, Sungib, Sopi, dan rekan-rekan

Pekanbaru : H. Isro, dan rekan-rekan

Bukittinggi (Sumbar) : Harar, dan rekan-rekan


Itulah generasi kedua dan ketiga, pada generasi keempat, sekarang telah menyebar keseluruh pelosok Indonesia. Menu dagangannya pun tidak hanya martabak saja namun beberapa jajanan yang lain, antara lain : donat, onde-onde, pukis, pisang goreng, gandasturi, tahu goreng, ayam goreng, dan aneka macam makanan dan jajanan.

Untuk luar negeri seperti Jeddah, Saudi Arabia, para tokoh-tokohnya adalah : Haji Adnan Sowi, Haji Kana, Haji Mustakin, Haji Agus Warto, Haji Zainudin bin Ahmad, Haji Syaiful Bahri, Haji Humaedi, dan rekan-rekan lainnya.

Tokoh-tokoh wanita (Srikandi) Lebakksiu:
  1. Ibu Saimah Marjen
  2. Ibu Hajjah Mary Wahid
Namun demikian sejarah martabak Lebaksiu dapat berkembang pesat seperti sekarang ini tidak terlepas dari dukungan moril maupun materil dari tokoh-tokoh Lebaksiu non martabak seperti:
  1. Tabri (Mantan Lurah Lebaksiu Lor)
  2. H. Ikna Tjokroharsono
  3. H. Bahrun (Mantan Lurah Lebaksiu Lor)
  4. KH. Samlawi (Mantan Lurah Lebaksiu Kidul)
  5. KH.Mafhud Thoha
  6. Kamali rusbad (PLN)
  7. Bang Ahmad (Mantan Lurah Kajen)
  8. H. DJubaidi Ahmad Baedowi (PLN)
  9. Drs. H. imam Sofwan
  10. Drs. Kaprawi
  11. Pandi (Gang Tongkang) Jakarta
  12. Drs. H. Bachruddin Nasori, Msi
  13. H. Ali DJured
  14. Khozin Tamjid
  15. H. Abdul Malik Tamjid
  16. Ir. H. Ismaun Tjokroharsono
  17. Marjono (Yon Kav)

Hasil kunjungan penulis di sebagian kota-kota besar di Amerika, Eropa, Afrika, Asia dan Australia tidak ditemukan jenis Martabak Lebaksiu seperti yang sudah diutarakan diatas.

Abdullah bin Hasan Almalibary lahir di daerah Payoli, Distric Meladi, “Kerala State South of India” pada tahun 1901.

Meninggal dunia pada 1956 dan dimakamkan di desa Lebaksiu Kidul kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Meninggalkan seorang isteri dua anak laki dan dua anak perempuan.

Isterinya bernama Masni ( Hajjah Hasanah Masni ) binti Kyai Abdul Karim, lahir di Lebaksiu Kidul tahun 1918 dan meninggal dunia pada tahun 2000.


Apabila ilmu membuat martabak adalah sebuah ilmu yang bermanfaat ( Al IlmuNafi ) dan berguna bagi kemaslahatan umat, maka dengan mengharap ridho Allah Subhanahu wata’ala semoga Abdullah bin Hasan Almalibary beserta pengikut-pengikutnya diterima amal ibadahnya dan diampuni

Daftar Pustaka

 http://formatunnes.blogspot.com/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar